Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini yang dihuni oleh berbagai etnis, budaya, agama dab keberagaman lainnya. Pembangunan fisik telah berkembang dengan pesat. Hal itu dengan dibuktikannya dengan gedung-gedung bertingkat, hotel-hotel mewah dan tempat-tempat lainnya yang dapat menggembirakan orang yang melihatnya. Juga mobil-mobil mewah yang memadati perkotaan hingga ke pedesaan.
Namun dibalik itu semua banyak pula orang-orang yang kurang beruntung sehingga mereka hidup apa adanya dalam kesederhanaan dan memprihatinkan. Sementara orang-orang yang seharusnya memperhatikan orang-orang miskin justru terkadang melupakan mereka atau pura-pura lupa dan membiarkan keadaan mereka. Orang kaya bertambah kaya dan orang miskin bertambah miskin dan terjepit hidupnya.
Korupsi adalah kata-kata yang sering kita dengar hampir setiap saat kita baca di berbagai media sering dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai jabatan di Sumatera Utara ini. Jika kita perhatikan mengapa mereka melakukan korupsi padahal mereka mempunyai agama dan hati nurani.Hal ini disebabkan karena mereka telah meninggalkan ajaran agama yang dianutnya dan tidak mempedulikan hati nuraninya masing-masing demi mengejar uang dan harta karena untuk kepentingan pribadi dan golongannya.
Nuansa pluralis yang ada di Sumatera Utara ini terkadang menjadikan hubungan satu kelompok dengan masyarakat lainnya dapat bersifat dominatif yang dapat menimbulkan perasaan minoritas – mayoritas atau bahkan dapat enimbulkan pergesekan maupun konflik yang tidak baik dalam pembangunan.
Kita tidak boleh membiarkan kehidupan pluralis ini terus menerus melainkan harus dikelola dengan sebaik-baiknya bukan hanya sebagai wacana dengan pendekatan multikulturalisme. Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang mengagungkan dan menghormati kedaulatan dalam suatu kesederajatan baik secara individual maupun kemasyarakatan.
Dalam konteks multikulturalisme ini masyarakat dilihat sebagai suatu entitas yang berlaku umum dalam masyarakat secara keseluruhan terbangun dari masyarakat dan budaya-budaya yang berbeda-beda. Pendekatan dalam konteks ini haruslah menjadi suatu tekad dan bahkan ideologi dalam pembangunan di Sumatera Utara. Tuntutan model dan pendekatan pembangunan multikulturalisme ini juga identik dengan tuntutan bagaimana mewujudkan “Pemerintah dan Kepemerintahan yang Baik” dengan kata lain “Government dan Good Government.” Pemerintah menjadi milik masyarakat dan fokus pemerintah dan pemerintahan haruslah berbasis masyarakat. Dan pemerintah dalam pelaksanaan tugas-tugas utama pemerintahannya sebagai pelayanan publik, pemberdayaan masyarakat dan pelaksanaan pembangunan.
Selama ini banyak program pembangunan yang berhasil atau pun kurang berhasil baik dalam hal pelayanan, pendidikan, kesehatan dan ekonomi yang disebabkan kurangnya peran sistem monitoring dan evaluasi.
Untuk itu kedepannya diperlukan suatu sistem pengukuran objektif yang dapat mengungkap aspek-aspek perbaikan sebagai umpan balik kebijakan perencanaan pembangunan berikutnya. Jadi semua masalah-masalah yang tidak pernah terantisipasi dalam perencanaan juga solusi masalah-masalah, monitoring dan evaluasi yang membantu pengelola program atau SKPD untuk memilih sarana-sarana yang paling efektif dan efisien dalam mencapai tujuan-tujuan program.